Langsung ke konten utama

Mengenal Pseudobulbar, Penyakit Ketawa ala Joker


Film Joker telah resmi tayang di Indonesia sejak 2 Oktober 2019 lalu. Film yang dibintangi oleh Joaquin Phoenix ini menuai banyak pujian berkat aktingnya yang begitu menjiwai sisi terdalam dari seorang Joker.

Disutradarai oleh Todd Philips film ini berhasil meraih penghargaan Golden Lion di salah satu ajang festival film bergengsi, Venice. Joker sendiri merupakan sosok supervillain legendaris yang digambarkan bak psikopat. Semenjak kemunculan pertamanya pada 1966, karakter satu ini kerap bergonta-ganti aktor.

Selain kecerdikan dalam berbuat kejahatan, ada ciri khas lain dari sosok Joker yang selalu diingat oleh para penggemar, yakni momen ketawanya setiap saat. Terhitung semua aktor yang menjadi Joker di film mempunyai scene selalu tertawa, entah saat melakukan kejahatan, bergembira, sedih, bahkan menangis.

Sebenarnya, Penyakit Apa Sih Yang Diderita Joker?

Dalam kemasan film Joker produksi terbaru ini, karakter Joker menampakkan perkembangan sebagai orang baik menjadi perangai jahat. Dalam sebuah wawancara terbaru dengan majalah Italia Il Vernerdi, Joaquin Phoenix mengungkapkan proses penciptaan karakter yang dijalani secara khusus. Joaquin membentuk karakter dan tawa khas sebagai Joker dengan mempelajari korban pengidap Pathological Laughter and Crying (PLC). Nah, fyi, penyakit ini beneran ada, dan bukan penyakit langka alias cukup banyak pengidapnya.

Disebutkan bahwa Joaquin menonton sejumlah video yang menunjukkan para penderita PLC karena gangguan emosi yang tak terkontrol. Penyakit yang mereka derita diperlihatkan oleh perilaku tawa dan menangis tanpa sebab, yang dihasilkan oleh rangsangan yang berbeda-beda.

Arina Bingelien, dkk. dalam artikel berjudul “Pathological Laughing and Crying Post-stroke: Liaison Psychiatrist Beware”, menguraikan bahwa PLC adalah kondisi klinis yang menyebabkan penderitanya mengalami bermacam gangguan neurologis. PLC pun ditunjukkan dari kondisi tawa atau tangisan yang terjadi secara tiba-tiba dan tak terkendali.

Disebut pula dengan pseudobulbar affect (PBA), “ketidaksadaran emosional”, atau “ketidakseimbangan emosional”, PLC ditandai dengan gejala perilaku tertawa, menangis, atau keduanya dalam waktu hampir bersamaan, tanpa dipengaruhi suasana hati. Sebaliknya, Arina menjelaskan, tawa atau tangisan itu muncul karena ada gangguan sistem saraf.

Hingga kini belum diketahui pasti faktor penyebab PLC. Namun gangguan PLC atau efek pseudobulbar biasanya muncul dialami oleh orang-orang yang mengalami cedera atau kondisi neurologis tertentu pada otak. Beberapa di antaranya ialah karena riwayat stroke, amyotrophic lateral sclerosis (ALS), multiple sclerosis, dan cedera otak. Selain itu, penyakit tertentu seperti Alzheimer dan Parkinson diketahui juga mendorong penderitanya mengalami gejala efek pseudobulbar.

Pathological Laughter and Crying atau efek Pseudobulbar tidak hanya terlihat sebatas perilaku tertawa. Pengidap gangguan ini bisa juga dapat tertawa dan menangis tiba-tiba, tanpa sebab, dan pada waktu yang tidak seharusnya.

Hal itu muncul disebabkan gangguan pada otak yang membuat respons pengidapnya terhadap sesuatu akan berlebihan atau bahkan tak tepat sama sekali.

Jadi, kalau misalnya kamu punya keluarga atau teman yang pernah mengalami hal-hal tersebut di atas, cobalah memaklumi, ya, dan jangan di-bully!

sc : mancode.id, viva.com, liputan6, sindonews

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Positive, Negative, and Interrogative Sentences in Previous Post

Ramalan Jayabaya